Minggu, 21 Juni 2015

Hadits Qudsi yang menjelaskan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu

Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahuanhu dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam
sebagaimana beliau riwayatkan dari Rabbnya Azza Wajalla bahwa Dia berfirman


Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah
menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku
zalim.  
Wahai hambaku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri petunjuk, maka
mintalah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian petunjuk. 
Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. 
Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian. 
Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepadaKu niscaya akan Aku ampuni. 
Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepadaKu. 
Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari
kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa diantara kamu,
niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun . 

Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin diantara kalian, semuanya seperti orang yang paling durhaka diantara kalian, niscaya hal itu tidak mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga. 
Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir semunya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan kebaikan maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan selain (kebaikan) itu janganlah mencela kecuali dirinya.


Diriwayatkan oleh Imam Muslim, begitu juga oleh Imam Tirmidzi dan Imam Ibn Majah

Sabtu, 20 Juni 2015

Hadits Qudsi

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi bersabda, sesungguhnya Allah tabaaraka wa ta'ala (Maha Memberkati dan Maha Tinggi) memiliki banyak malaikat yang selalu mengadakan perjalanan yang jumlahnya melebihi malaikat pencatat amal, mereka senantiasa mencari majelis-majelis dzikir. Apabila mereka mendapati satu majelis dzikir, maka mereka akan ikut duduk bersama mereka dan mengelilingi dengan sayap-sayapnya hingga memenuhi jarak antara mereka dengan langit dunia. Apabila para peserta majelis telah berpencar mereka naik menuju ke langit. 

Beliau melanjutkan: Lalu Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung menanyakan mereka padahal Dia lebih mengetahui daripada mereka: Dari manakah kamu sekalian? Mereka menjawab: Kami datang dari tempat hamba-hamba-Mu di dunia yang sedang mensucikan [Tasbih], mengagungkan [Takbir], membesarkan [Tahlil], memuji [Tahmid] dan memohon kepada Engkau. Allah bertanya lagi: Apa yang mereka mohonkan kepada Aku? Para malaikat itu menjawab: Mereka memohon surga-Mu. Allah bertanya lagi: Apakah mereka sudah pernah melihat surgaKu? Para malaikat itu menjawab: Belum wahai Tuhan kami. Allah berfirman: Apalagi jika mereka telah melihat surga-Ku? 

Para malaikat itu berkata lagi: Mereka juga memohon perlindungan kepada-Mu. Allah bertanya: Dari apakah mereka memohon perlindungan-Ku? Para malaikat menjawab: Dari neraka-Mu, wahai Tuhan kami. Allah bertanya: Apakah mereka sudah pernah melihat neraka-Ku? Para malaikat menjawab: Belum. Allah berfirman: Apalagi seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku? Para malaikat itu melanjutkan: Dan mereka juga memohon ampunan dari-Mu. Beliau bersabda, kemudian Allah berfirman: Aku sudah mengampuni mereka dan sudah memberikan apa yang mereka minta dan Aku juga telah memberikan perlindungan kepada mereka dari apa yang mereka takutkan. 

Beliau melanjutkan lagi lalu para malaikat itu berkata: Wahai Tuhan kami! Di antara mereka terdapat si Fulan yaitu seorang yang penuh dosa yang kebetulan lewat lalu duduk ikut berdzikir bersama mereka. Beliau berkata, lalu Allah menjawab: Aku juga telah mengampuninya karena mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara orang yang ikut duduk bersama mereka.
Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, begitu juga oleh Imam Bukhari at-Tirmidzi dan anNasa'i

Kamis, 11 Juni 2015

SEJARAH KERAJAAN SABA’

Saba’ adalah sebuah kerajaan di abad klasik yang berdiri sejak 1300 SM, terletak di wilayah Yaman saat ini. Kemasyhuran  negeri Saba’ benar-benar sesuatu yang fenomenal dan menakjubkan bagi siapa saja yang mengetahui kisahnya.

SIAPAKAH SABA’ ITU?                                                       

Dalam hadis Farwah bin Musaik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh seorang laki-laki, “Ya Rasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang Saba’? Apakah Saba’ itu? Apakah ia adalah nama sebuah tempat ataukah nama dari seorang wanita?” Beliau pun menjawab,
لَيْسَ بِأَرْضٍ وَلَا امْرَأَةٍ وَلَكِنَّهُ رَجُلٌ وَلَدَ عَشْرَةً مِنَ العَرَبِ، فَتَيَامَنَ سِتَّةٌ وَتَشَاءَمَ أَرْبَعَةٌ
 “Dia bukanlah nama suatu tempat dan bukan pula nama wanita, tetapi ia adalah seorang laki-laki yang memiliki sepeluh orang anak dari bangsa Arab. Enam orang dari anak-anaknya menempati wilayah Yaman dan empat orang menempati wilayah Syam.” (HR. Abu Dawud, no. 3988 dan Tirmidzi, no. 3222).
Dalam riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ada tambahan nama-nama dari anak Saba, “Adapun yang menempati wilayah Yaman, mereka adalah: Madzhij, Kindah, al-Azd, al-Asy’ariyun, Anmar, dan Himyar. Dan yang menempati wilayah Syam adalah Lakhm, Judzam, Amilah, dan Ghassan (HR. Ahmad, no. 2898).
Para sejarawan juga mencatat bahwa nama asli dari Saba’ adalah Abdu asy-Syams. Dan sebagaimana kita ketahui, nama-nama kabilah Arab terambil dari nama anak-anak Saba’.

KERAJAAN SABA’

Awalnya kerajaan Saba’ dikenal dengan dengan Dinasti Mu’iinah sedangkan raja-raja mereka dijuluki sebagai Mukrib Saba’. Ibu kotanya Sharwah, yang puing-puingnya terletak 50 km ke arah barat laut dari kota Ma’rib. Pada periode inilah bendungan Ma’rib mulai dibangun. Periode ini antara tahun 1300 SM hingga 620 SM. Pada periode berikutnya, antara tahun 620 SM – 115 SM, barulah mereka dikenal dengan nama Saba’. Mereka menjadikan Ma’rib sebagai ibu kotanya.

LETAK GEOGRAFI

Dahulu, secara garis besar wilayah Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian, bagian Utara dan bagian Selatan. Arab bagian Selatan lebih maju dibandingkan Arab bagian Utara. Masyarakat Arab bagian Selatan adalah masyarakat yang dinamis dan memiliki peradaban, mereka telah mengenal kontak dengan dunia internasional karena pelabuhan mereka terbuka bagi pedagang-pedagang asing yang hendak berniaga ke sana. Sementara orang-orang Arab Utara adalah mereka yang terbiasa dengan kerasnya kehidupan padang pasir, mereka kaku dan lugu karena kurangnya kontak dengan dunia luar. Tentu saja geografi kerajaan Saba’ sangat mempengaruhi bagi kemajuan peradaban mereka.

KEMAKMURAN KAUM SABA’

Kerajaan Saba’ terkenal dengan hasil alamnya yang melimpah, orang-orang pun banyak berhijrah dan bermitra dengan mereka. Perekonomian mereka begitu menggeliat hidup dan sangat dinamis. AllahSubhanahu wa Ta’ala berfiman mengabarkan tentang kemakmuran kaum Saba’
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun, di sebelah kanan dan di sebelah kiri.” (QS. Saba’: 15)
Kedua kebun tersebut sangat luas dan diapit oleh dua gunung di wilayah Ma’rib. Tanahnya pun sangat subur, menghasilkan berbagai macam buah dan sayuran. Qatadah dan Abdurrahman bin Zaidrahimahumallah mengisahkan, apabila ada seseorang yang masuk ke dalam kebun tersebut dengan membawa keranjang di atas kepalanya, ketika keluar dari kebun itu keranjang tersebut akan penuh dengan buah-buahan tanpa harus memetik buah tersebut. Abdurrahman bin Zaid menambahkan, di sana tidak ditemukan nyamuk, lalat, serangga, kalajengking, dan ular (Tafsir ath-Thabari, 20: 376-377).
Menurut al-Qusyairi, penyebutan dua kebun tersebut tidak berarti bahwa di Saba’ kala itu hanya terdapat dua kebun itu saja, tapi maksud dari dua kebun itu adalah kebun-kebun yang berada di sebelah kanan dan kiri lembah atau dianatara gunung tersebut. Kebun-kebun di Ma’rib saat itu sangat banyak dan memiliki tanaman yang bervariasi (Fathul Qadir, 4: 422).
Yang membuat tanah di Ma’rib menjadi subur adalah bendungan Ma’rib atau juga dikenal dengan nama bendungan ‘Arim, bendungan yang panjangnya 620m, lebar 60m, dan tinggi 16m ini mendistribusikan airnya ke ladang-ladang penduduk dan juga menjadi sumber air di wilayah Ma’rib.
Literatur sejarah menyebutkan bahwa yang membangun bendungan ini adalah Raja Saba’ bin Yasyjub sedangkan buku-buku tafsir mencatumkan nama Ratu Bilqis sebagai pemrakarsa dibangunnya bendungan ini. Ratu Bilqis berinisiatif mendirikan bendungan tersebut lantaran terjadi perebutan sumber air di antara rakyatnya yang mengakibatkan mereka saling bertikai bahkan saling membunuh.
Dengan dibangunnya bendungan ini, orang-orang Saba’ tidak perlu lagi khawatir akan kehabisan air dan memperbutkan sumber air, karena bendungan tersebut sudah menjamin kebutuhan air mereka, mengairi kebun-kebun dan memberi minum ternak mereka.

KEHANCURAN KAUM SABA’

Sebelum Ratu Bilqis masuk Islam, kaum Saba’ menyembah matahari dan bintang-bintang. Setelah ia memeluk Islam, maka kaumnya pun berbondong-bondong memeluk agama Islam yang didakwahkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam.
Sampai kurun waktu tertentu, kaum Saba’ tetap mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun kemudian, mereka kembali ke agama nenek moyang mereka, menyembah matahari dan bintang-bintang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus tiga belas orang rasul kepada mereka (Tafsir Ibnu Katsir, 6: 507), akan tetapi mereka tetap tidak mau kembali ke agama monotheisme, mentauhidkan Allah  dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apa pun. Allah pun mencabut kenikmatan yang telah Dia anugerahkan kepada mereka,
فَأَعْرَضُوْا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ العَرِمِ
Tetapi mereka berpaling, maka kami datangkan kepada mereka banjir al-‘arim.” (QS. Saba’: 16)
Penyebab Hancurnya Bendungan Ma’rib
Penyebab kehancuran bendungan tersebut tentu saja adalah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akibat dari kaum Saba’ yang kufur akan nikmat Allah terhadap mereka. Namun, Allah menciptakan suatu perantara yang bisa diterima oleh logika manusia agar manusia lebih mudah untuk merenungi dan mengambil pelajaran. Di dalam buku-buku tafsir disebutkan, seekor tikus yang lebih besar dari kucing sebagai penyebab runtuhnya bendungan Ma’rib. Subhanallah! Betapa mudahnya Allah menghancurkan bendungan tersebut, meskipun dengan seekor makhluk kecil yang dianggap eremah, tikus.
Sebab lain yang disebutkan oleh sejarawan adalah terjadinya perang saudara di kalangan rakyat Saba’ sementara bendungan mereka butuh pemugaran karena dirusak oleh musuh-musuh mereka (at-Tahrir wa at-Tanwir, 22: 169), perang saudara tersebut mengalihkan mereka dari memperbaiki bendungan Ma’rib. Allahu a’lam mana yang lebih benar mengenai berita-berita tersebut.
Bendungan ini hancur sekitara tahun 542 M. Setelah itu, mereka hidup dalam kesulitan, tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh subur di tanah mereka tidak lagi menghasilkan buah seperti sebelum-sebelumnya dan Yaman saat ini termasuk salah satu negeri termiskin dan terkering di Jazirah Arab. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (QS. Saba’: 16-17)
Dalam firman-Nya yang lain
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. An-Nahl: 112 – 113).
Kalau kita renungkan kisah kaum Saba’ dengan perenungan yang mendalam, tentu saja kita menemukan suatu kengerian, bagaimana sebuah negeri yang teramat sangat subur, lalu menjadi negeri yang kering dan tandus. Allah mengabadikan kisah kaum Saba’ ini di dalam Alquran dan memberi nama surat yang memuat kisah mereka dengan surat Saba’. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar manusia senantiasa mengingat-ingat apa yang terjadi kepada kaum ini. Demikian pula negeri kita, Indonesia, yang disebut sebagai jamrud katulistiwa, tongkat yang dibuang ke tanah akan menjadi pohon, sebagai gambaran kesuburannya, hendaknya kita merenungi apa yang terjadi pada kaum Saba’ agar kita tidak mengulang kisah perjalan mereka.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur.” (QS. Saba’: 19)
Ditulis oleh Nurfitri Hadi, M.A.
kisahmslim.com/majelisdzikirtawakalbdg

Rabu, 10 Juni 2015

Pengajian Rutin Hari Sabtu






KEUTAMAAN IBUNDA KHADIJAH RADHIYALLAHU ‘ANHA [BAGIAN – 1]

Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada RasulallahShalallahu’alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du:
Berikut ini adalah rangkaian panjang dalam bingkai siroh perjalanan hidup Umul Mukminin, istri Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau dilahirkan lima belas tahun sebelum tahun gajah, dalam nasab, dirinya termasuk berada pada kalangan menengah dalam suku Quraisy, dan yang paling tinggi kemuliaannya. Sampai dirinya dikenal dengan kesuciannya dari hal-hal buruk yang dilakukan para wanita pada zaman jahiliyah.
Beliau seorang saudagar wanita yang sukses dengan harta yang melimpah. Dan beliau dipersunting oleh Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam sedangkan saat itu umurnya sudah sampai empat puluh tahun, dan Nabi berusia dua puluh lima. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memadu dengan wanita lain sampai setelah kematiaannya dikarenakan kedudukan serta keutamaan beliau dihati Nabi, sesungguhnya dia adalah sebaik-baik teman hidup.
Darinya lahir anak-anak beliau, pertama anak laki-laki yang bernama Qosim, dimana dengan sebab itu beliau dipanggil ayahnya. Kemudian lahir Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan Fatimah serta Abdullah.
Beliau dijuluki dengan wanita yang paling baik akhlaknya lagi suci. Dari anak-anak yang lahir darinya, semua anak laki-lakinya meninggal ketika masih kecil, adapun anak-anak perempuannya maka seluruhnya menjumpai masa Islam dan semuanya masuk agama Islam dan ikut hijrah, dan mereka semua menjumpai ibunya kecuali Fatimah, sesungguhnya ibunya meninggal beberapa bulan setelah kelahirannya.
Dirinya adalah orang pertama yang beriman dan percaya kepada Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallamsebelum ada seorangpun yang beriman padanya. Beliau yang meneguhkan Nabi supaya tetap teguh, serta membawanya kepada anak pamannya Waraqah. Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menyuruh Nabi       -Nya supaya memberi kabar gembira kepadanya, dengan rumah disurga dari emas yang tidak ada kebisingan serta rasa capek didalamnya.
Dialah Ibunda kuam mukminin Khadijah binti Khuwailid bin Asad al-Quraisyiyah al-Asadiyah. Beliau adalah wanita yang paling mulia pada umat ini. Imam adz-Dzahabi mengatakan tentang beliau: ‘Seorang yang sangat berakal lagi terhormat, teguh beragama, terjaga dari sifat keji lagi mulia, yang termasuk penghuni surga. Adalah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa memujinya dan mengutamakan dirinya dari semua istri-istrinya. Sehingga beliau sangat mengaguminya, sampai kiranya Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan: ‘Aku tidak pernah merasa cemburu terhadap madu yang lainnya melebihi kecemburuanku pada Khadijah, dikarenakan saking seringnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebut-yebut dirinya’. [1]
Disebutkan dalam sebuah hadits, yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: ‘Pada suatu ketika Jibril mendatangi Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sambil mengatakan pada beliau:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا وَمِنِّي وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لَا صَخَبَ فِيهِ وَلَا نَصَبَ » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Wahai Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam, Ini Khadijah telah datang. Bersamanya sebuah bejana yang berisi lauk, makanan dan minuman. Jika dirinya sampai katakan padanya bahwa Rabbnya dan diriku mengucapkan salam untuknya. Dan kabarkan pula bahwa untuknya rumah disurga dari emas yang nyaman tidak bising dan merasa capai”. HR Bukhari no: 3820. Muslim no: 2432.
As-Suhaili mengomentari hadits diatas: ‘Hanya saja beliau diberi gambar seperti itu, dengan mendapat rumah disurga yang terbuat dari batu permata, dikarenakan dirinya telah menghimpun berbagai sarana sebagai pionir terdepan yang beriman kepada suaminya, dibarengi dengan sikapnya yang tenang dan tidak merasa capai dalam pembelaannya. Dan dikarenakan dalam kehidupannya beliau tidak pernah mengangkat suara kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam serta tidak membikin suaminya merasa capai apalagi menganggu urusannya’. [2]
Ibnu Ishaq mengatakan: ‘Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam merasa begitu sedih tatkala Abu Thalib dan istrinya Khadijah meninggal secara berurutan. Khadijah adalah istri sekaligus pembantunya yang sangat tulus. Dalam garis silsilah nasab, Ayah beliau bertemu dengan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada kakek yang ke empat yaitu Qusai bin Kilab, sedangkan ibunya bertemu dalam silsilah keturunan bersama Nabi pada kakeknya yang kedelapan yaitu Lu’ay bin Ghalib. Khadijah adalah seorang yang banyak harta, maka beliau menawarkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk membawa dagangannya ke negeri Syam ditemani budaknya Maisaroh. Tatkala Nabi pulang dengan membawa keuntungan yang sangat banyak, serta melihat kejujurannya, maka beliau terpikat dengannya, lalu dia menawarkan supaya mau menikah dengannya, lalu Nabi pun menikah bersamanya dengan mahar dua puluh unta betina’.[3]
Bersambung insya Allah…
Oleh: Syaikh  Amin bin Abdullah asy-Syaqawi
Diterjemahkan : Abu Umamah Arif Hidayatullah

Sumber makalah: IslamHouse.com

Diskusi via Facebook yuk !!